Rabu, 22 April 2009

Makanan Sebagai Obat di Era Peradaban Islam

Makanan Sebagai Obat di Era Peradaban Islam

Mengatur pola makan merupakan hal yang sangat penting dalam ilmu pengobatan.


''Setiap penyakit ada obatnya,'' begitu bunyi salah satu hadis Rasulullah SAW. Para dokter dan ilmuwan Muslim di era keemasan telah berupaya mencari dan menemukan beragam bentuk pengobatan. Yang menarik, dokter-dokter Muslim di zaman kejayaan peradaban Islam mampu menjadikan makanan sebagai obat.

Menurut Prof Nil Sari dalam tulisannya bertajuk Food as Medicine in Islamic Civilization, dokter Muslim seperti Ibnu Sina (980-1037 M) dan Ibnu al-Baitar telah berhasil menjadikan makanan sebagai obat. Avicena – begitu masyarakat Barat biasa menyubutnya -- pada abad ke-11 M sudah menulis manuskrip tentang diet dan makanan sebagai obat.

Sang dokter memasukan resep makanan yang berkhasiat sebagai obat itu dalam ilmu kedpkteran. "Dalam salah satu risalahnya, Ibnu isna menetapkan enam aturan hidup sehat, salh satunya menyatakan bahwa makanan berfungsi obat , melalui diet seimbang," ungkap Prof Nil Sari, keepala Departemen Sejarah dan Etika Pengobatan dari Universitas Istanbul, Turki.

Para dokter Muslim di era keemasan telah menerapkan diet kepada para pasiennya. Makanan telah menjadi bagian terpenting dalam pengobatan, bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. "Mengatur pola makan merupakan hal yang sangat penting dalam ilmu pengobatan," papar Prof Nil Sari.

Ilmuwan dan dokter Muslim al-Razi juga menekankan pentingnya penyembuhan penyakit melalui pola makan. "Jika kamu dapat menyembuhkan seseorang dengan diet (mengatur pola makan), maka jangan menyarankan pengobatan," ujar Prof Nil Sari mengutip pernyataan al-Razi.

Pemikiran dan gagasan dari para dokter Muslim terdahulu mengenai fungsi makanan sebagai obat telah diterapkan masyarakat Muslim di era kekuasaan Kekhalifahan Usmani Turki. Menurut Prof Nil Sari, prinsip kesehatan dan nutrisi seimbang dalam pengobatan Turki Usmani didasarkan pada teori "unsur" dan "humours".

Prof Nil Sari mengungkapkan, tubuh manusia memiliki empat unsuratau sifat, yakni; panas, dingin, basah, dan kering. Selain itu, dalam tubuh manusia juga terdapati empat zat cair atau humours, yakni darah, dahak/lendir, cairan empedu kuning dan cairan empedu hitam.

Berdasarkan teori unsur dan humoural yang ada dalam tubuh manusia, makanan diklasifikan dalam empat jenis. Menurut Prof Nil Sari, makanan dan minuman dapat mempengaruhi keseimbangan humoural. "Makanan dan minuman secara alami membangkitkan darah. Karena penyakit juga terdiri dari panas, dingin, kering dan basah, penyakit bisa dirawat dengan makanan atau pengobatan," ujarnya.

Makanan dan minuman yang berpengaruh dalam keseimbangan humoral juga diklasifikasikan berdasarkan teori elemen seperti panas, dingin, kering, serta basah. Menurut Prof Nil Sari, penyakit pun terdiri dari empat jenis, yakni panas, dingin, kering dan basah. ''Setiap penyakit ditangani dengan makanan dan obat yang memiliki kualitas yang berlawanan,'' paparnya.

Menurut Prof Nil Sari, makanan dingin bisa membentuk dahak, conrohnya, ketimun, labu, serta selada. Makanan dingin menyebabkan kelemahan. Makanan panas, lanjut dia, secara alami membentuk cairan empedu kuning. Makanan panas adalah makanan yang mengandung rempah-rempah dan bumbu, seperti jahe, lada, ketumbar kering, kayu manis, bawang serta bawang putih.

''Sedangkan makanan kering akan membentuk empedu hitam, itu karena sifatnya melankolis,'' paparnya. Makanan jenis ini, kata dia, bisa membuat seseorang yang kehilangan nafsu makan dan sembelit. Makanan yang termasuk jenis itu antara lain; padi, kacang-kacangan dan daging kering.

Jenis makanan lainnya adalah makanan basah. Makanan jenis ini memiliki ciri tak terlalu berasa asin, manis, asam atau pahit. Makanan ini dapat mengurangi efek. Mie dan bayam yang dimasak dengan nasi dan daging merupakan contoh makanan basah.

Menurut Prof Nil Sari, makanan juga diklasifikasikan berdasarkan pencernaan, yakni makanan lembut dan makanan Makanan lembut bisa membantu membantu mengusir residu dalam makanan. Mengkonsumsi makanan lembut berfungsi untuk memanaskan darah serta memproduksi cairan empedu kuning.

Makanan seperti ini, lebih banyak terkandung dalam sayuran (terutama lobak dan sawi), kaldu daging, kuning telur, hati, daging domba dan kacang dan sup buncis, burung merpati muda, burung pipit, acarn bawang, bawang putih, acar lobak dengan cuka, acar gula bit dengan sawi.

Prof Nil Sari menambahkan, makanan seperti roti gandum murni, buah yang masak di pohon, serta buah ara matang bisa memberikan kekuatan penuh. Prof Nil juga memaparkan sayuran dan buahan merupakan makanan yang menyembuhkan. Contohnya, buah ara, anggur yang masak penuh dan biji merupakan makanan yang menyembuhkan dalam masalah ilmiah dan bisa dimakan dengan hemat. dessy susilawati


Hidangan Ikan dan Burung Sebagai Obat

Pada abad 17 M, seorang penulis asal Turki, Evliya Celebi mengungkapkan ada beberapa jenis daging burung dan ikan yang biasa diberikan kepada pasien di Rumah sakit Fatih Sultan Mehmet Han Mental dan di rumah sakit Bayezid di Edirne. Daging burung dan ikan itu disajikan sebagai obat.

"Makanan lezat dari daging burung disediakan kepada pasien setiap dua kali sehari,'' papar Prof Nil sari mengutip pernyataan Evliya Celebi. Beragam jenis daging burung berkhasiat obat yang biasa dihidangkan untuk para pasien itu antara lain; ayam hutan, burung bulbul, burung pipit dan burung dara.

Daging burung itu dimasak dan dihidangkan untuk penderita cacat dan merawat orang sakit. Menurut Prof Nil Sari, daging atau lemak bisa diterapkan untuk obat luka luar dan dalam.Selain itu, daging burung juga bisa digunakan untuk merawat penyakit otot dan sistem kegelisahan serta meningkatkan kejantanan. Masing-masing spesies burung memiliki efek yang berbeda-beda .

Contohnya, daging bebek bisa mengobati suara serak, menghilangkan gas dalam perut, meningkatkan kejantanan, dan menggemukkan dan memperkuat badan, ini juga baik untuk membebaskan perasaan sakit berasal dari lemak. Lemak bebek membersihkan dan mempercantik kulit.

Burung atau unggas kadang dimasak dengan rempah-rempah dan tumbuhan obat. Kaldunya dapat dibuat dari ayam muda, ayam betina atau ayam jantan nutrisi keduanya dalam substansi dan sebuah pengobatan, saat otak, testicles dan kotoran badan sedang diobati. Ayam jantan paling baik ayam yang belum bisa kukuruyuk dan ayam betina paling baik itu yang belum menghasilkan telur.

Tak hanya itu, jenis ikan, seperti goby, turbot, belut, gurame, bass laut, tombak, mullet merah, ikan laut plaice, ikan biru, ikan air tawar, picarel, mullet abu-abu, ikan lidah, two-banded air tawar, bonito, ikan mackerel dan trout, dan juga ikan lumba-lumba bisa digunakan sebagai obat.

Jenis ikan yang paling baik untuk pengobatan adalah mullet merah, goby dan ikan kalajengking. "Ini semua tertuang dalam buku medis dalam era Peradaban Islam. Yakni tentang ikan merupakan makanan yang paling baik, di mana mereka menangkap, bagaimana memasak mereka, dan dengan makanan apa ikan harus dimakan atau tidak," jelas Nil Sari.

Nil Sari menambahkan sejak ikan memiliki sifat dingin secara alami maka memiliki sifat tenang dengan humours panas dan dengan demikian memiliki efek bermanfaat dalam kasus penyakit alami panas. "Contoh, ikan baik untuk batuk kering, penyakit kuning, kelemahan, disentri dan fissurations. Telur ikan memperbaiki kejantanan dan baik untuk batuk dan disentri," ujar Prof Nil Sari.

sumber: republika.co.id
BACA SELENGKAPNYA ..... ----->>>>> Makanan Sebagai Obat di Era Peradaban Islam

Kebudayaan Islam dalam Tradisi Kepenulisan Melayu

Kebudayaan Islam dalam Tradisi Kepenulisan Melayu

Karya sastra Arab-Melayu telah menyebar ke berbagai belahan dunia. Jumlahnya diperkirakan mencapai 10 ribu judul.



Masuknya Islam ke Indonesia--yang menurut sebagian orang diperkirakan pada abad ke-13 M--telah menandai perubahan besar dalam khazanah kebudayaan di bumi Nusantara. Agama Islam yang dibawa para imigran (pedagang, ulama, dan intelektual Muslim) Arab juga turut memengaruhi penggunaan bahasa (baik secara lisan maupun tulisan) dalam pergaulan sehari-hari.

Kebiasaan tulis-menulis pun mulai dilakukan. Menurut Syamsul Hadi, guru besar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, bahasa Arab merupakan awal mula masyarakat Indonesia menggunakan kebiasaan tulis-menulis.

Hal yang sama juga diungkapkan guru besar Fakultas Falsafah dan Agama, Universitas Paramdina Mulya, Jakarta, Abdul Hadi WM. Menurut Abdul Hadi, tulisan Arab dalam bahasa Melayu yang digunakan masyarakat di Nusantara bisa dikenali melalui penemuan prasasti atau batu bertulis yang terdapat di Kuala Berang, Terengganu, pada abad ke-13 M atau abad ke-7 H. Ia menambahkan, jauh sebelum masyarakat mengenal huruf Latin, masyarakat Indonesia telah mengenal huruf Arab.

Karena itulah, tak heran bila pada sekitar abad ke 14-19 M, banyak karya-karya ulama di Nusantara yang ditulis dalam bahasa Arab-Melayu. Seperti diungkapkan Abdul Hadi, seorang ulama di Nusantara baru diakui keulamaannya apabila menguasai tiga bahasa sekaligus, yaitu Arab, Melayu, dan daerah (Jawi, Sunda, Bugis, Banjar, dan lainnya). Ketiga bahasa tersebut dibuktikan dengan dituliskannya dalam sebuah karya (kitab).

Hingga saat ini, sebagian masyarakat Muslim, utamanya yang tinggal di Pesantren Salafiyah (tradisional), mengenal dengan baik penulisan huruf Arab dalam bahasa Melayu.

Huruf-huruf hijaiyah dalam huruf Arab yang telah ditulis ke dalam bahasa Melayu disebut sebagai huruf Jawi. Sementara itu, huruf Arab yang ditulis dalam bahasa Jawa dikenal dengan huruf Pegon, yang berarti menyimpang. Penulisan atau penerjemahan karya-karya klasik atau kitab-kitab kuno dilakukan dengan menggunakan huruf Jawi atau Pegon. Huruf Jawi itu sendiri masih kental dengan nuansa Hindu. Hal ini disebabkan adanya pengaruh bahasa Sansekerta.

Sayangnya, hingga kini, cara penulisan huruf Jawi atau Pegon sudah tidak begitu dikenali lagi di sebagian masyarakat Indonesia. Misalnya, sebagian generasi Muslim Jawa yang kini berusia 35 tahun ke atas masih mengenal huruf Pegon yang ditulis dengan bahasa Hanacaraka. Sementara itu, generasi atau masyarakat Jawa sekarang (berusia 30 tahun ke bawah) sudah tidak begitu mengenal lagi huruf-huruf ini.

Tak hanya di Jawa, masyarakat lain pun, seperti Bugis, Banjar, dan lainnya, sudah tidak begitu mengenal bahasa daerahnya, termasuk bentuk hurufnya. ''Padahal, bangsa kita sangat kaya dengan kebudayaan. Kondisi ini disebabkan kesalahan kebijakan dalam sistem pendidikan kita,'' tegas Abdul Hadi.

Tersebar luas
Sampai sekarang, penulisan naskah dalam teks Arab-Melayu telah menyebar di Nusantara hingga ke berbagai penjuru dunia. Naskah-naskah itu tersebar hingga ke Afrika dan Eropa.

Di Nusantara, naskah-naskah Melayu kuno itu menyebar ke berbagai daerah, seperti Aceh, Minangkabau, Riau, Siak, Bengkulu, Sambas, Kutai, Ternate, Ambon, Bima, Palembang, Banjarmasin, dan daerah-daerah yang kini masuk kawasan Malaysia dan Singapura.

Naskah-naskah tersebut saat ini disimpan di lembaga-lembaga dalam dan luar negeri. Di Indonesia, naskah-naskah itu disimpan di museum daerah, Perpustakaan Nasional, yayasan-yayasan, pesantren, masjid, dan keluarga-keluarga atau pemilik naskah.

Ketika itu, aktivitas penulisan berkembang sangat marak. Hal ini didukung dengan hadirnya beberapa percetakan di sejumlah kawasan, seperti Rumah Cap Kerajaan di Lingga, Mathba'at al-Riauwiyah di Panyengat, dan Al-Ahmadiyah Press di Singapura. Munculnya ketiga percetakan itu memungkinkan karya para intelektual Muslim dapat dicetak dengan baik. Akhirnya, beberapa karya itu pun menyebar hingga ke berbagai daerah.

Hingga saat ini, belum dapat dipastikan berapa jumlah karya sastra yang berhasil dicetak. Apalagi, hampir setiap saat, karya itu semakin bertambah. Namun demikian, ada beberapa penelitian yang mencoba mendatanya. Chambert-Loir (1980), ahli perpustakaan dari Prancis, memperkirakan sekitar 4.000 buah naskah berdasarkan berbagai katalogus dan jumlah ini tersebar di 28 negara.

Ismail Husain (1974) memperkirakan ada sekitar 5.000 naskah Melayu dan lebih kurang seperempatnya berada di Indonesia dan terbanyak berada di Jakarta. Sedangkan, Russel Jones memperkirakan jumlahnya sampai pada angka 10 ribu.

Adapun 28 negara tempat penyebaran naskah-naskah Melayu yang diutarakan Chambert-Loir (1999) adalah Afrika Selatan, Amerika, Austria, Australia, Belanda, Belgia, Brunei, Ceko-Slovakia, Denmark, Hongaria, India, Indonesia, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Malaysia, Mesir, Norwegia, Polandia, Prancis, Rusia, Singapura, Spanyol, Srilanka, Swedia, Swiss, dan Thailand.

sumber: republika.co.id
BACA SELENGKAPNYA ..... ----->>>>> Kebudayaan Islam dalam Tradisi Kepenulisan Melayu

Perkembangan Penggunaan Aksara Pegon dan Melayu

Perkembangan Penggunaan Aksara Pegon dan Melayu
Membedakan huruf Arab pegon dengan huruf Arab asli sangat mudah. M Irfan Shofwani dalam bukunya Mengenal Tulisan Arab Melayu menerangkan bahwa penulisan Arab pegon menggunakan semua aksara Arab Hijaiyah dilengkapi dengan konsonan abjad Indonesia yang ditulis dengan aksara Arab yang telah dimodifikasi.

Modifikasi huruf Arab ini dikenal sebagai huruf jati Arab Melayu yang berwujud aksara Arab serapan yang tak lazim. Misalnya, untuk konsonan ‘nga’, Arab pegon menggunakan huruf ‘ain’ atau ‘ghain’ dengan tiga titik di atasnya. Sedangkan, untuk konsonan ‘p’ diambil dari huruf ‘fa’ dengan tiga titik di atasnya dan sebagainya. Selain itu, huruf Arab pegon meniadakan syakal (tanda baca) layaknya huruf Arab gundul.

Namun, sumber lain menyebutkan, huruf Arab pegon hampir selalu dibubuhi tanda baca vokal. Ini berbeda dengan huruf Jawi yang ditulis gundul (tanpa tanda baca). Bahasa Jawa memang memiliki kosakata vokal yang lebih banyak daripada bahasa Melayu. Sehingga, vokal perlu ditulis untuk menghindari kerancuan.

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Syamsul Hadi menjelaskan, kata ‘pegon’ berasal dari bahasa Jawa ‘pego’ yang artinya tidak lazim dalam mengucapkan bahasa Jawa. Hal ini, menurutnya, disebabkan banyaknya kata Jawa yang ditulis dengan tulisan Arab dan menjadi aneh ketika diucapkan. Penje lasan itu diperkuat oleh Titik Pudji astuti dalam tulisan ‘Aksara pegon: Sarana Dakwah dan Sastra dalam Budaya Jawa’. Menurutnya, teks Jawa yang ditulis dengan aksara Arab disebut teks pegon yang artinya sesuatu yang berkesan menyimpang.

Lebih lanjut, ia mengatakan, penamaan ini mungkin disebabkan jumlah aksara yang diparalelkan dengan aksara Jawa lebih sedikit dari aksara Arab yang mejadi dasarnya. Ada pertanyaan yang muncul, mengapa dikatakan aneh, pego, dan menyimpang? Tentu saja karena bahasa Jawa lebih tepat jika ditulis dengan aksaranya sendiri, yakni aksara Jawa.

Menurut Prof Syamsul Hadi, hampir semua khazanah keagamaan Jawa, yakni sastra suluk, kitab kuning, terjemahan nadhoman, terjemahan jenggotan, ataupun jenis sastra berbentuk syi’iran, ditulis dengan Arab pegon. Namun, penulisan bahasa Jawa dengan huruf Arab pegon tidak terbatas saja pada khazanah naskah keagamaan. Tetapi, huruf Arab pegon juga dipakai untuk penulisan pada umumnya, terutama di kalangan pesantren.

Seperti halnya yang terjadi di tanah Melayu, penulisan bahasa Jawa dengan huruf pegon tidak terbatas pada khazanah naskah keagamaan, tetapi juga dipakai untuk penulisan pada umum nya, terutama di kalangan pesantren. Dalam tulisan pegon juga dikenal jenisjenis naskhi, riq’i, dan tsulutsi. Selain ketiga jenis tulisan itu, pegon mengenal dua macam variasi, yakni pegon berharakat dan pegon gondhul (tak berharakat).

Huruf Arab Melayu
Drs UU Hamidy MA, staf pengajar pada Universitas Riau, dalam tulisannya mengenai naskah Arab Melayu mengungkapkan bahwa para cendekiawan Riau sudah menggunakan huruf Arab Melayu untuk kegiatan penulisan mereka sejak abad ke-19, yaitu tahun 1800-an. Huruf Arab Melayu dipakai secara penuh, seperti dalam karya-karya Raja Ali Haji. Naskah-naskah yang mempergunakan huruf Arab Melayu dan angka-angka Arab orisinal antara lain adalah Kanun Kerajaan Riau Lingga, Bustan Al Kati -bin, serta Salasilah Melayu dan Bugis karya Raja Ali Haji. Begitu juga dengan Syair Abdul Muluk yang diperkirakan merupakan karya Raja Zaleha dan Raja Ali Haji, Bughyat al-Ani Fi Huruf Al Maani karya Raja Ali Kelana.

Naskah-naskah kuno Riau yang ditulis dengan menggunakan huruf Arab Melayu memiliki halamanhalaman kitab atau naskah yang tidak lagi menggunakan angka Arab orisinal (seperti angka-angka untuk halaman Alquran), namun telah dimodifikasi menjadi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0. Naskah-naskah tersebut antara lain adalah Babal Qawaid, Syair Sahimsah terjemahan Raja Haji Abdullah, Undang-Undang Polisi Kerajaan Riau-Lingga, dan Kisah Iblis Menghadap Nabi Muhammad karya Muhammad bin Haji Muhammad Said.

Menurut Hamidy, ciri atau tandatanda huruf Arab Melayu yang dipergunakan pada masa itu agak berbeda dengan huruf Arab Melayu yang dikenal sekarang. Dalam naskah Riau, sistem huruf Arab Melayu boleh dikatakan sebagian besar memberi tanda saksi untuk tiap bunyi vokal, seperti bunyi a, i, u, (alif, waw, dan ya). Sistem ini mempermudah cara membacanya dan kemungkinan salah baca menjadi lebih kecil.

Berbeda dengan sistem penulisan Arab Melayu sekarang yang hanya memberi saksi pada bunyi vokal pada suku kata kedua dan suku terakhir pada setiap kata. Oleh karena banyak bunyi vokal yang dihilangkan, sebuah kata bisa dibaca dalam beberapa kemung kinan bunyi vokal. Dalam sistem ini, bunyi (ucapan) kata harus diperhitungkan dalam konteks kalimat.

Sistem penulisan Arab Melayu seperti dalam naskah-naskah lama Riau terus digunakan oleh para pengguna bahasa Melayu di Semenanjung Malaka (sekarang bernama Malaysia), Singapura, dan Brunei Darussalam. Suku tertutup diberi tanda dengan alif, wau, dan ya sehingga naskah lebih mudah dibaca. Meskipun demikian, tambah Hamidy, beberapa pengarang Riau, seperti Haji Abdurrahman Siddiq dan Haji Abdurrahman Yakub, tetap mempergunakan huruf Arab Melayu dengan angka Arab tanpa perubahan bentuk sama sekali. Hanya Syair Hari Kiamat karya Tuan Guru Abdurrahman Siddiq yang memakai angka Arab model Latin pada nomor halaman kitabnya.

Syamsul Hadi, dalam makalahnya yang berjudul ‘Bahasa Arab dan Khazanah Sastra Keagamaan di Indo ne sia’ menerangkan, pada naskah tulis an tangan, biasanya terdapat perbedaan penggunaan jenis-jenis huruf Arab, yakni tulisan naskhi, riq’i, dan tsulutsi.

Jenis naskhi biasanya dipergunakan untuk tulisan pada umumnya. Tulisan riq’i digunakan untuk penulisan cepat. Adapun jenis tsulutsi yang indah dipergunakan untuk judul-judul naskah. Mes -kipun kaidah baru dengan penambahan tanda diakritik berkaitan dengan adanya perbedaan vokal ataupun konsonan pada bahasa Arab dan Melayu, jenis tulisan yang dipakai masih juga sama, tidak ada jenis tulisan baru model Melayu. dia/rid/sya/berbagai sumber


Disiplin Ilmu dalam Naskah Melayu

Disiplin ilmu yang ditulis para ulama Nusantara tidak terbatas pada pengetahuan agama, tetapi juga disiplin ilmu lainnya. Dr Kun Zachrun Istanti SU dalam ‘Teks Melayu: Warisan Intelek Masa Lampau Indonesia-Malaysia’ mengklasifikasi bidang-bidang pengetahuan yang ditulis dalam naskahnaskah Melayu kuno di antaranya adalah sejarah, sastra, ilmu tradisional, obat-obatan, dan perundangundangan.

Sejarah
Karya sastra sejarah Melayu ada berbagai macam, di antaranya Misa Melayu, Salasilah Melayu dan Bugis, Hikayat Patanu, Sejarah Melayu, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Banjar, Silsilan Kutai, Tambo Minangkabau, dan Hikayat Merong Mahawangsa. Karya-karya ini kaya akan pengetahuan tentang pikiran dan keadaan susunan masyarakat Melayu pada zaman itu. Dalam Sejarah Melayu, tergambarkan adat raja-raja, pantang larang, dan hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang untuk rakyat. Dalam Sejarah Melayu, juga digambarkan adanya penaklukan oleh Malaka dan hubungan negeri Malaka dengan Majapahit, Siam, dan Cina.

Sastra kitab
Sastra kitab pada zaman kegemilangan Islam di Nusantara umumnya berisi ajaran agama Islam. Sastra kitab dapat menjadi rujukan mengenai Islam bagi orangorang Melayu. Karena, pada waktu itu, masyarakat Melayu masih sedikit yang memahami bahasa Arab. Kebanyakan sastra kitab ini merupakan terjemahan atau hasil transformasi karya-karya Arab. Bidang pengetahuan yang terdapat dalam sastra kitab adalah ilmu tauhid, fikih, hadis, dan tasawuf. Contoh sastra kitab adalah Shifa’ al-Qulubkarya Nuruddin Arraniri bertanggal 2 Ramadhan 1225 H (Senin, 1 Oktober 1810 M). Karya ini menerangkan pengertian kalimat syahadat dan kepercayaan kepada Allah.

Ilmu tradisional
Karya sastra Melayu juga berisi ilmu tradisional yang berupa pengajaran, pemahaman, dan amalan secara formal, misalnya ilmu bintang, ilmu ramal, tabir mimpi, dan firasat. Pembahasannya berkisar tentang kedudukan bintang dan pengaruhnya terhadap kejadian alam dan kehidupan manusia, kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan benda-benda lain yang dihubungkan dengan penyakit dan amalan hidup, kepercayaan terha dap tabir mimpi, dan firasat. Kepercayaan-kepercayaan ini diamalkan oleh masyarakat Melayu masa lampau da lam kehidupan sehari-hari dan memengaruhi hidup mereka. Contoh karya sastra Melayu yang berisi ilmu tradisional adalah Tabir Mimpi. Isinya tentang tafsir mimpi dan fatwa orang Melayu masa lampau tentang alamat pergerakan bagian tubuh tertentu, waktu yang sesuai untuk bepergian, dan tanda apabila ada binatang masuk ke rumah atau kampung pada hari tertentu.

Obat-obatan
Selain disiplin ilmu di atas, karya Melayu juga ada yang membahas masalah obat-obatan Melayu tradisonal. Naskah seperti ini dikenal dengan nama Kitab Tib(obat, penyembuh), yang biasa digunakan sebagai panduan untuk mengobati berbagai penyakit. Bahan dasar obat-obatan itu berasal dari sumber daya alam, seperti flora dan fauna. Karya sastra dalam Kitab Tibtersebut antara lain tentang obat masuk angin, demam, pilek, sakit kepala, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya.

Kitab undang-undang
Kitab undang-undang dalam karya sastra Melayu ini berupa tata tertib dan adat istiadat Melayu yang diwariskan secara turun-temurun. Karena itu, tak heran bila ada daerah-daerah tertentu yang mengedapan hukum daerah (adat) dibandingkan hukum positif. Dan, bagi sekelompok masyarakat, bila sudah mematuhi (menjalankan) hukum adat, tak perlu lagi menjalani hukum lainnya. rid


Persebaran Naskah Melayu Dari Indonesia ke Afrika hingga Eropa

Masuknya Islam ke Nusantara menandai peralihan dari tradisi lisan menjadi tulisan. Namun, sampai dengan tahun 1500 M, tradisi penulisan dalam wujud teks belum dilakukan. Ide atau gagasan dan nilai-nilai masih disampaikan secara lisan. Beberapa karya sastra yang kental dengan corak kelisanannya adalah tekateki, peribahasa, pantun, dan mantra.

Setelah huruf Arab dikenal oleh masyarakat Melayu, barulah dimulai penulisan ilmu pengetahuan dengan huruf Arab, terutama Arab Jawi. Hal ini mengindikasikan bahwa huruf Jawi ini berperan besar dalam mengomunikasikan khazanah intelektual Muslim di Nusantara.

Naskah-naskah Melayu kuno menyebar ke berbagai kawasan di Nusantara, seperti di Aceh, Minangkabau, Riau, Siak, Bengkulu, Sambas, Kutai, Ternate, Ambon, Bima, Palembang, Banjarmasin, dan daerah-daerah yang kini masuk kawasan Malaysia dan Singapura. Naskah-naskah tersebut saat ini disimpan di lembaga-lembaga di dalam dan luar negeri. Di Indonesia, naskah-naskah itu disimpan di museum daerah, Perpustakaan Nasional, yayasan-yayasan, pesantren, masjid, dan keluarga-keluarga atau pemilik naskah.

Ketika itu, aktivitas penulisan berkembang sangat marak, karena didukung dengan hadirnya beberapa percetakan di sejumlah kawasan, seperti Rumah Cap Kerajaan di Lingga; Mathba’at al-Riauwiyah di Penyengat, dan Al-Ahmadiyah Press di Singapura. Munculnya ketiga percetakan itu memungkinkan karya para intelektual Muslim dapat dicetak dengan baik. Akhirnya, beberapa karya pun menyebar hingga ke berbagai daerah.

Hingga saat ini, belum dapat dipastikan berapa jumlah karya Melayu yang sudah dicetak. Apalagi, hampir setiap saat, karya itu semakin banyak ditemukan. Namun, ada beberapa penelitian yang mencoba mendatanya. Chambert-Loir (1980), ahli perpustakaan dari Prancis, memperkirakan ada sekitar 4.000 buah naskah berdasarkan berbagai katalogus dan jumlah ini tersebar di 28 negara.

Ismail Husain (1974) memperkirakan ada sekitar 5.000 naskah Melayu dan lebih kurang seperempatnya berada di Indonesia dan terbanyak berada di Jakarta. Sedangkan, Russel Jones memperkirakan jumlahnya sampai pada angka 10 ribu.

Adapun 28 negara tempat penyebaran naskah-naskah Melayu yang diutarakan Chambert-Loir (1999) adalah Afrika Selatan, Amerika, Austria, Australia, Belanda, Belgia, Brunei, Ceko-Slovakia, Denmark, Hongaria, India, Indonesia, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Malaysia, Mesir, Norwegia, Polandia, Prancis, Rusia, Singapura, Spanyol, Srilanka, Swedia, Swiss, dan Thailand.

Intelektual perempuan
Yang menarik di antara karya-karya tersebut terdapat sejumlah penulis dari kaum perempuan. Raja Safiah mengarang Syair Kumbang Menginderadan saudaranya Raja Kalsum menulis Syair Saudagar Bo doh. Kedua penulis perempuan itu adalah putri Raja Ali Haji, seorang intelektual Melayu tersohor yang kita kenal dengan karya besarnya Gurindam Dua Belas.

Pengarang perempuan yang juga sangat terkenal waktu itu adalah Aisyah Sulaiman. Cucu Raja Ali Haji itu menulis Syair khadamuddin, Syair Seligi Tajam Bertimbal, Syamsul Anwar, dan Hikayat Shariful Akhtar.

Selain nama-nama tersebut, masih terdapat beberapa nama intelektual perempuan yang memiliki kepedulian dalam pengembangan kesusastraan Melayu. Di antaranya adalah Salamah binti Ambar yang menulis dua buku dengan judul Nilam Permatadan Syair Nasihat untuk Penjagaan Anggota Tubuh. Ada pula Khadijah Terung yang menulis buku Perhimpunan Gunawan bagi Laki-laki dan Perempuan.

sumber: republika.co.id
BACA SELENGKAPNYA ..... ----->>>>> Perkembangan Penggunaan Aksara Pegon dan Melayu

Kamal al-Din al-Farisi Ahli Fisika dari Persia

Kamal al-Din al-Farisi Ahli Fisika dari Persia

Kamal al-Din al-Farisi adalah seorang ahli fisika Muslim terkemuka dari Persia. Ia dilahirkan di kota Tabriz, Persia sekarang Iran- pada 1267 M dan meninggal pada 1319 M. Ilmuwan yang bernama lengkap Kamal al-Din Abu'l-Hasan Muhammad Al-Farisi itu kesohor dengan kontribusinya tentang optik serta teori angka.

Ia merupakan murid seorang astronom dan ahli matematika terkenal, Qutb al-Din al-Shirazi (1236-1311), yang juga murid Nasiruddin al-Tusi. Dalam bidang optik, al-Farisi berhasil merevisi teori pembiasan cahaya yang dicetuskan para ahli fisika sebelumnya. Gurunya, Shirazi memberi saran agar al-Farisi membedah teori pembiasan cahaya yang telah ditulis ahli fisika Muslim legendaris Ibnu al-Haytham (965-1039).

Secara mendalam, al-Farisi melakukan studi secara mendala mengenai risalah optik yang ditulis pendahuluannya itu. Sang guru juga menyarankannya agar melakukan revisi terhadap karya Ibnu Haytham. Buku hasil revisi terhadap pemikiran al-Hacen – nama panggilan Ibnu Haytham di Barat -- tersebut kemudian jadi sebuah adikarya, yakni Kitab Tanqih al-Manazir (Revisi tentang Optik).

Kitab Tanqih merupakan pendapat dan pandangan al-Farisi terhadap buah karya Ibnu Haytham. Dalam pandangannya, tak semua teori optik yang diajukan Ibnu Haytham menemukan kebenaran. Guna menutupi kelemahan teori Ibnu Haytham, al-Farisi Al-Farisi lalu mengusulkan teori alternatif. Sehingga, kelemahan dalam teori optik Ibnu Haytham dapat disempurnakan.

Salah satu bagian yang paling penting dalam karya al-Farisi adalah komentarnya tentang teori pelangi. Ibnu Haytham sesungguhnya mengusulkan sebuah teori, tapi al-Farisi mempertimbangkan dua teori yakni teori Ibnu Haytham dan teori Ibnu Sina (Avicenna) sebelum mencetuskan teori baru. Teori yang diusulkan al-Farisi sungguh luar biasa. Ia mampu menjelaskan fenomena alam bernama pelangi menggunakan matematika.

Menurut Ibnu Haytham, pelangi merupapakan cahaya matahari dipantulkan awan sebelum mencapai mata. Teori yang dicetuskan Ibnu Haytham itu dinilainya mengandung kelemahan, karena tak melalui sebuah penelitian yang terlalu baik. Al-Farisi kemudian mengusulkan sebuah teori baru tentang pelangi. Menurut dia, pelangi terjadi karena sinar cahaya matahari dibiaskan dua kali dengan air yang turun. Satu atau lebih pemantulan cahaya terjadi di antara dua pembiasan.

"Dia (al-Farisi) membuktikan teori tentang pelanginya melalui eksperimen yang luas menggunakan sebuah lapisan transparan diisi dengan air dan sebuah kamera obscura," kata J. J O'Connor, dan E.F. Robertson dalam karyanya bertajuk "Kamal al-Din Abu'l Hasan Muhammad Al-Farisi". Al-Farisi pun diakui telah memperkenalkan dua tambahan sumber pembiasan, yaitu di permukaan antara bejana kaca dan air. Dalam karyanya, al-farisi juga menjelaskan tentang warna pelangi. Ia telah memberi inspirasi bagi masyarakat fisika modern tentang cara membentuk warna.

Para ahli sebelum al-Farisi berpendapat bahwai warna merupakan hasil sebuah pencampuran antara gelap dengan terang. Secara khusus, ia pun melakukan penelitian yang mendalam soal warna. Ia melakukan penelitian dengan lapisan/bola transparan. Hasilnya, al-Farisi mencetuskan bahwa warna-warna terjadi karena superimposition perbedaan bentuk gambar dalam latar belakang gelap.

"Jika gambar kemudian menembus di dalam, cahaya diperkuat lagi dan memproduksi sebuah warna kuning bercahaya. Selanjutnya mencampur gambar yang dikurangi dan kemudian sebuah warna gelap dan merah gelap sampai hilang ketika matahari berada di luar kerucut pembiasan sinar setelh satu kali pemantulan," ungkap al-Farisi.

Penelitiannya itu juga berkaitan dengan dasar investigasi teori dalam dioptika yang disebut al-Kura al-muhriqa yang sebelumnya juga telah dilakukan oleh ahli optik Muslim terdahulu yakni, Ibnu Sahl (1000 M) dan Ibnu al-Haytham (1041 M). Dalam Kitab Tanqih al-Manazir , al-Farisi menggunakan bejana kaca besar yang bersih dalam bentuk sebuah bola, yang diisi dengan air, untuk mendapatkan percobaan model skala besar tentang tetes air hujan.

Dia kemudian menempatkan model ini dengan sebuah kamera obscura yang berfungsi untuk mengontrol lubang bidik kamera untuk pengenalan cahaya. Dia memproyeksikan cahaya ke dalam bentuk bola dan akhirnya dikurangi dengan beberapa percobaan dan penelitian yang mendetail untuk pemantulan dan pembiasan cahaya bahwa warna pelangi adalah sebuah fenomena dekomposisi cahaya.

Hasil penelitiannya itu hampir sama dengan Theodoric of Freiberg. Keduanya berpijak pada teori yang diwariskan Ibnu Haytham serta penelitian Descartes dan Newton dalam dioptika (contohnya, Newton melakukan sebuah penelitian serupa di Trinity College, dengan menggunakan sebuah prisma agak sedikit berbentuk bola).

Hal itu dijelaskan Nader El-Bizri, dalam beberapa karyanya seperti "Ibn al-Haytham", in Medieval Science, Technology, and Medicine: An Encyclopedia , "Optics", in Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia serta "Al-Farisi, Kamal al-Din," in The Biographical Encyclopaedia of Islamic Philosoph serta buku "Ibn al-Haytham, al-Hasan", in The Biographical Encyclopaedia of Islamic Philosophy.

Di kalangan sarjana modern terjadi perbedaan pendapat mengenai teori pelangi yang dicetuskan al-Farisi. Ada yang meyakini itu sebagai karya al-Farisi, selain itu ada juga yang menganggap teori itu dicetuskan gurunya al-Shirazi. "Penemuan tentang teori itu seharusnya kiranya berasal dari (al-Shirazi), kemudian diperluas [al-Farisi]," papar Boyer.
Al-Farisi telah memberikan kontribusi yang begitu besar bagi pengembangan ilmu optik. Pemikiran dan teori yang dicetuskannya begitu bermanfaat dalam menguak rahasia alam, salah satunya pelangi. she


Teori Angka Al-Farisi

Dalam bidang matematika, al-Farisi memberikan kontribusi yang penting mengenai angka yakni teori angka. Karyanya yang paling mengesankan dalam teori angka adalah amicable numbers (angka yang bersabat). Al-Farisi mencatat ketidakmungkinan memberikan sebuah cara pemecahan persamaan bilangan bulat.

Dalam Kitab Tadhkira al-ahbab fi bayan al-tahabb (Memorandum for friends on the proof of amicability) al-Farisi memberikan bukti baru mengikuti teori Thabit ibnu Qurra dalam angka bersahabat (amicable numbers) . Amicable number merupakan pasangan bilangan yang mempunyai sifat unik; dua bilangan yang masing-masingnya adalah jumlah dari pembagi sejati bilangan lainnya. Thabit, telah berhasil menciptakan rumus bilangan bersahabat sebagai berikut:

p = 3 x 2n11
q = 3 x 2n1
r = 9 x 22n11

Penjelasannya: n > 1 adalah sebuah bilangan bulat. p, qr, dan r adalah bilangan prima. Sedangkan, 2npq dan 2nr adalah sepasang bilangan bersahabat. Rumus ini menghasilkan pasangan bersahabat (220; 284), sama seperti pasangan (17296, 18416) dan pasangan (9363584; 9437056). Pasangan (6232; 6368) juga bersahabat, namun tak dihasilkan dari rumus di atas.

Teori bilangan bersahabat yang dikembangkan Thabit juga telah menarik perhatian matematikus sesudahnya. Selain Abu Mansur Tahir Al-Baghdadi (980 M-1037 M) dan al Madshritti (wafat 1007 M), al-Farisi juga tertarik mengembangkan teori itu. Dalam Tadhkira al-ahbab fi bayan al-tahabb al-Farisi juga memperkenalkan sebuah karya besar yakni pendekatan terbaru meliputi ide mengenai faktorisasi dan metode gabungan. Pada kenyataannya pendekatan al-Farisi menjadi dasar dalam faktorisasi khusus bilangan bulat ke dalam kuasa-kuasa angka utama.

Diakhir risalahnya, al-Farisi memberikan pasangan-pasangan angka bersahabat (amicable numbers) 220, 284 dan 17296, 18416, diperoleh dari peraturan Thabit dengan n = 2 dan n = 4 berturut-turut. Pasangan angka bersahabat 17296, 18416 diketahui pasangan angka bersahabat Euler.

Sehingga tak diragukan lagi bahwa al-Farisi mampu menemukan angka bersahabat sebelum Euler. Tak cuma matematikus Muslim yang tertarik dengan teori bilangan bersahabat. Ilmuwan yang diagungagungkan peradaban Barat, Rene Descartes (1596 M- 1650 M), juga mengembangkannya. Peradaban Barat kerap mengklaim teori bilangan bersahabat berasal dari Descartes. Selain itu, matematikus lain yang mengembangkan teori ini adalah C Rudolphus.

SUMBER: republika.co.id
BACA SELENGKAPNYA ..... ----->>>>> Kamal al-Din al-Farisi Ahli Fisika dari Persia

Selasa, 21 April 2009

Pemetaan, Menentukan Kiblat di Era Kejayaan Islam

Pemetaan, Menentukan Kiblat di Era Kejayaan Islam

Para ilmuwan Muslim di era keemasan peradaban Islam telah mengembangkan metode pemetaan. Dengan menguasai pemetaan, para astronom mampu menentukan posisi lintang dan bujur tempat-tempat di permukaan bumi. Hasilnya bisa digunakan untuk beragam kepentingan. Salah satunya untuk menghitung hasil pengamatan posisi benda-benda yang ada di langit.

Menurut Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam karyanya bertajuk Islamic Technology: An Illustrated History mengungkapkan, para astronom Muslim memiliki beberapa cara untuk menemukan koordinat suatu benda di langit. Salah satunya dengan menentukan garis meridian, yakni garis yang melintang dari arah selatan suatu tempat kemudian ditarik hingga ke kutub utara langit dan titik zenith.

''Untuk menentukan arah meridian, cara paling sederhana yang digunakan para astronom saat itu adalah dengan mengukur lintang bintang circumpolar, yakni bintang yang cukup dekat dengan kutub langit sehingga selalu muncul horison,'' ungkap al-Hassan dan Hill. Pada saat yang sama, diukur pula sudut horisontalnya terhadap sebuah titik pada garis horison.

Menurut al-Hassan, pengukuran itu dilakukan dua kali, ketika bintang berada di timur pengamatan dan ketika berada di sebelah barat. Menurut al-Hassan dan Hill, garis meridian diperoleh dengan membagi dua sudut horisontal. Selanjutnya penentuan bujur dapat dilakukan dengn mudah, yakni dengan mengamati tinggi matahari dan bintang ketika melewati meridian.

Selain itu, para astronom Muslim juga sudah mampu menentukan garis lintang. Sayangnya, kata al-Hassan, metode yang digunakan untuk menentukan lintang itu tak seakurat metode penentuan garis bujur. Guna menentukan lintang yang sangat akurat, papat dia, dibutuhkan alat ukur waktu yang andal bernama Kronometer. "Kronometer yang demikian baru ada setelah pertengahan abad ke-18 M, sehingga para astronom Muslim harus menggunakan metode pengukuran lain yang tentu saja tidak bergantung pada keakuratan pengukuran waktu," ungkap al-Hassan dan Hill.

Untuk menentukan lintang, para astronom Muslim di era kekhalifahan mengembangkan dua teknik. Pertama, mereka melakukan pengamatan gerhana bulan dari dua tempat berbeda dengan objek pengamatan atau peristiwa yang sama. "Misalnya ketika bulan bergerak menuju bayangan Bumi dan kemudian membandingkan hasilnya," tutur al-Hassan dan Hill. Menurut al-Hassan, perbedaan waktu kejadian dari suatu peristiwa serupa di kedua tempat itu merupakan besar perbedaan lintangnya. Sedangkan pada metode kedua, para astronom mengukur jarak ke arah timur-barat suatu tempat dari tempat lain yang diketahui (atau diasumsikan) lintangnya.

Setelah lintang dan bujur dua tempat diketahui, maka dapat ditentukan arah satu tempat ke tempat lain. Dan besaran yang dihasilkan adalah azimuthnya, yakn besar sudut jurusan yang diukur dari arah utara ke rah timur (searah jarum jam) hingga garis arah kedua titik. "Salah satu aplikasi perhitungan ini, yaitu penentuan arah Makkah dari tempat tertentu (kiblat)," kata al-Hassan dan Hill.

Penentuan arah Makkah atau kiblat ini merupakan sesuatu yang penting bagi ilmuwan Muslim era kekhalifahan. Para ilmuwan Muslim akhirnya bisa memecahkan penentuan arah kiblat pada abad ke-3 H/9 M sampai ke-8 H/14 M. Ini membuktikan kecanggihan trigonometri yang digunakan para astronom Muslim serta kecanggihan teknik perhitungan yang telah mereka capai.

"Karena azimuth suatu tempat bersifat relatif terhadap tempat lain dapat ditentukan, secara teoritis akan mungkin untuk membuat jalan atau kanal lurus antara dua kota," jelas al-Hassan dan Hill. Namun, imbuh al-Hassan dan Hill, dalam praktiknya, hal itu tidak dapat direalisasikan. Pasalnya, rute-rute ditentukan keadaan daerah dan masalah pemilikan lahan. Sementara kanal-kanal itu harus sedekat mungkin dengan daerah pertanian yang akan dialirinya. "Oleh karena itu, rute-rute ditentukan dengan mengingat pertimbangan-pertimbangan praktis ini," kata al-Hassan dan Hill.

Sebelum penggalian kanal, selain menentukan rute, perlu juga diperhitungkan pendataran tanah sepanjang rute tersebut dari awal hingga akhir. Proses pendataran tanah itu membutuhkan garis pandang horisontal yang pada instrumen modern diperoleh dari benang silang dalam teropong dan sifat datar."Para surveyor Muslim menggunakan beberapa instrumen yang didasarkan pada prinsip yang sama, meski tak satupun yang mempunyai teleskop, mereka memakai penglihatan langsung," ungkap al-Hassan dan Hill.

Menurut al-Hassan dan Hill, salah satu instrumen yang yang digunakan adalah segitiga logam dengan pengait logam dipatrikan di kedua ujung salah satu sisinya. Unting-unting dengan pemberat seperti bandul di ujungnya dipasang pada tengah-tengah sisi tadi. Dua rambu tegak yang dibagi-bagi dalam graduasi 12 sentimeter dan kemudian dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil ditegakkan oleh asisten pemegang rambu dalam jarak tujuh meter.

''Seutas kawat direntangkan antara kedua bambu dan segitiga logam tadi digantungkan dengan kedua pengaitnya di tengah-tengah kawat ini. Salah satu ujung kawat digerakkan ke atas dan ke bawah rambu sampai tali unting-unting tepat menunjukkan sudut bahaw segi tiga,'' papar al-Hassan.

Metode yang sama juga digunakan pada kayu sepanjang setengah meter dengan lubang mendatar. Pada proses ini juga digunakan bandul logam yang diikatkan pada tengah kayu. Bandul ini berfungsi sebagi garis unting-unting. Kemudian kayu tersebut diletakkan di atas kawat, selanjutnya pendataran dilakukan seperti cara yang telah disebutkan tadi.

Metode ketiga yang digunakan para ilmuwan Muslim untuk menetukan sifat datar adalah dengan menggunakan bambu lurus panjang yang salah satu sisinya dilubangi. Bambu tersebut dipegang kedua rambu tegak di masing-masing ujungnya. Dan seorangasisten menuangkan air ke dalam bambu melalui lubang tadi. "Bambu dianggap horizontal jika air yang keluar dari kedua ujungnya sama banyak," kata al-Hassan an Hill.

Para ilmuwan juga mencatat beda ketinggian, dan pemegang rambu pindah ke titik selanjutnya dalam lintasan rute. Kemudian prosedur yang sama dilakukan kembali. Al-Hassan menambahkan, "Jika rute sudah selesai dipetakan, total (jumlah aljabar) 'naik' dan 'turun' dari semua titik pangkalan menunjukkan perbedaan tinggi titik awal dan titik akhir.

Menurut al-Hassan dan Hill, cara yang sama juga digunakan untuk memperoleh kemiringan yang tepat pada penggalian kanal. Sedangkan untuk memperoleh tinggi dan sudut objek-objek yang jauh, para surveyor Muslim menggunakan astrolab. Di bagian belakang instrumen, pada setengah lingkaran bawahm terdapat sebuah siku-sku atau kadang-kadang sepasang siku-siku dengan ukuran sama.

Jika astrob digantung secara bebas, alidad atau garis pembidik diatur sedemikian rupa sehingga objek jauh yang perlu diketahui tingginya dapat terlihat melalui pembidik. Demikianlah metode pemetaan yang diterapkan para ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam. she


Penentuan Arah Kiblat

Ada beragam metode untuk menentukan arah kiblat. Guna mencari arah kiblat, diperlukan perhitungan yang cermat dan sedetil mungkin, sehingga diperlukan data yang valid untuk dijadikan bahan hitungan. Beberapa data yang diperlukan itu antara lain; arah utara selatan dan timur barat.

Untuk menentukan titik utara selatan terdapat beberapa cara, yaitu dengan menggunakan theodolit, tongkatistiwa (sundilan), teropong, kompas. Di antara cara-cara tersebut di atas, yang paling mudah, murah, dan memperoleh hasil yang teliti adalah dengan mempergunakan tongkat istiwa.

Caranya, tancapkan sebuat tongkat lurus pada sebuah pelataran datar yang berwarna putih cerah. Panjang tongkat sekitar 30 cm dan berdiameter satu cm. Ukurlah dengan lot dan waterpass sehingga pelataran betul-betul datar dan tongkat betul-betul tegak lurus terhadap pelataran. Lalu, lukislah sebuah lingkaran berjari-jari sekitar 20 cm yang berpusat pada pangkal tongkat tadi.

Kemudian, amati dengan teliti bayang-bayang tongkat beberapa jam sebelum tengah hari sampai sesudahnya. Semula, tongkat akan mempunyai bayang-bayang panjang menunjuk ke arah Barat. Semakin siang, bayang-bayang semakin pendek, lalu berubah arah sejak tengah hari. Kemudian semakin lama bayang-bayang akan semakin panjang lagi menunjuk ke arahTimur. Dalam perjalanan seperti itu, ujung bayang-bayang tongkat akan menyentuh lingkaran sebanyak dua kali pada dua tempat, yaitu sebelum tengah hari dan sesudahnya.

Selanjutnya kedua sentuhan itu kita beri tanda dan hubungkan antara keduanya dengan garis lurus. Garis ini merupakan arah Barat-Timur secara tepat. Lalu lukislah garis tegak lurus pada garis Barat-Timur tersebut, maka akan memperoleh garis Utara-Selatan yang persis menunjuk titik Utara sejati.

sumber: republika.co.id
BACA SELENGKAPNYA ..... ----->>>>> Pemetaan, Menentukan Kiblat di Era Kejayaan Islam

Jumat, 03 April 2009

Cara pasang Auto Read More terbaru


Fungsi Read More kali ini emang agak berbeda dengan

versi Read More yang lama (part 1)
. Bila versi
terdahulu kita harus meng-cut tulisan menggunakan cara manual dengan melakukan
pemangilan fungsi <div class="fullpost">..</div>

atau <span class="fullpost">..</span>
dimana kode ini biasanya kita tanamkan secara manual kedalam halaman
postingan. Untuk versi Auto Read More terbaru kali ini sepertinya lebih
canggih lagi, karena fungsi pemenggalan kalimat langsung bekerja secara otomatis
tanpa harus menambahkan kode diatas. Coba lihat saja dulu demonya di
agusramadhani.com









Trus..hebatnya lagi, fungsi Read More ini mampu menampilkan image pertama dalam
postingan
dan mem-fload image tersebut di awal paragraf awal, meskipun gambar
yang kita letakan berada di tengah atau akhir postingan. Mungki lebih nyaman
saya sebut saja dengan fasilitas
image thumbnail.




Tidak hanya itu saja, kita dapat juga pengatur jumlah karakter yang
ditampilkan. Disini ada 2 pilihan untuk jumlah karakter. Yang pertama, jumlah
karakter yang ditampilkan
jika ada image yang diikutsertakan dalam postingan

dan yang kedua jumlah karakter tanpa image. Masih bingung maksudnya? sama..yang
jelasin juga puyeng wkwkwkw Ya sudah, biar sama2 gak pusing langsung ke
tutorialnya saja ok.




Penting! Yang sudah memasang Read More
versi lama sebaiknya di kodenya kembalikan dulu ke seperti semula, caranya hapus
kode yang berwarna merah dibawah ini (Setiap template mungkin berbeda, jadi
tinggal disesuaikan saja)




<div class='post-header-line-1'/>


<div class='post-body'>


<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

<style>.fullpost{display:inline;}</style>

<p><data:post.body/></p>

<b:else/>


<style>.fullpost{display:none;}</style>


<p><data:post.body/></p>


<a expr:href='data:post.url'>Readmore</a>

</b:if>


<div style='clear: both;'/>




OK, kalo sudah tinggal lanjutkan dengan tutorial dibawah.




Pertama, silahkan tuju langsung ke halaman EDIT HTML, Cari kode

</head> kemudian letakan script dibawah ini di atas
kode </head> Kalo sudah, jangan lupa di simpan
terlebih dahulu.




<script type='text/javascript'>

var thumbnail_mode = "float" ;

summary_noimg = 250;

summary_img = 250;

img_thumb_height = 120;


img_thumb_width = 120;


</script>


<script src='http://h1.ripway.com/ooms/autoreadmore.js'
type='text/javascript'/>




Masih pada halaman EDIT HTML, Beri tanda
centang pada "Expand widget template" lalu temukan kode seperti dibawah




<data:post.body/>




Kalo sudah, ganti kode
<data:post.body/> dengan semua kode dibawah ini





<b:if cond='data:blog.pageType != "item"'>

<div expr:id='"summary" + data:post.id'><data:post.body/></div>

<script
type='text/javascript'>createSummaryAndThumb("summary<data:post.id/>");</script>


<span class='rmlink' style='float:left'><a expr:href='data:post.url'>READ MORE -
<data:post.title/></a></span>


</b:if>

<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'><data:post.body/></b:if>




silahkan disimpan dan lihat hasilnya :)




Keterangan:




var thumbnail_mode = "float"; (kita dapat memutuskan apakah
letak thumbnail berada di (
float) kiri atau jika tidak silahkan ganti
dengan (no-float)


summary_noimg = 250; (Menetapkan berapa banyak karakter akan ditampilkan
di posting tanpa gambar / thumbnail)


summary_img = 250; (Menetapkan berapa banyak karakter akan ditampilkan di
posting dengan gambar / thumbnail)


img_thumb_height = 120; (Thumbnail 'tinggi dalam piksel)


img_thumb_width = 120; (Thumbnail 'lebar dalam piksel)




Yang pengen ngedit file JS atau pengen masang kode JS ini di host masing2,
sudah saya sediakan kodenya silahkan di copas aja :)




/******************************************

Auto-readmore link script, version 2.0 (for blogspot)



(C)2008 by Anhvo




visit http://en.vietwebguide.com to get more cool hacks

********************************************/

function removeHtmlTag(strx,chop){

if(strx.indexOf("<")!=-1)

{

var s = strx.split("<");

for(var i=0;i<s.length;i++){


if(s[i].indexOf(">")!=-1){

s[i] = s[i].substring(s[i].indexOf(">")+1,s[i].length);

}

}

strx = s.join("");

}

chop = (chop < strx.length-1) ? chop : strx.length-2;


while(strx.charAt(chop-1)!=' ' && strx.indexOf(' ',chop)!=-1) chop++;

strx = strx.substring(0,chop-1);

return strx+'...';

}



function createSummaryAndThumb(pID){

var div = document.getElementById(pID);

var imgtag = "";


var img = div.getElementsByTagName("img");

var summ = summary_noimg;

if(img.length>=1) {

imgtag = '<span style="float:left; padding:0px 10px 5px 0px;"><img src="'+img[0].src+'"
width="'+img_thumb_width+'px" height="'+img_thumb_height+'px"/></span>';

summ = summary_img;

}




var summary = imgtag + '<div>' + removeHtmlTag(div.innerHTML,summ) + '</div>';

div.innerHTML = summary;

}


Selamat mencoba..happy tutorial with o-om.com :)

BACA SELENGKAPNYA ..... ----->>>>> Cara pasang Auto Read More terbaru